19th Ave New York, NY 95822, USA

Cerita Dari Waikelo: Perempuan Pembelajar Yang Menciptakan Perubahan Dalam Pendidikan

“Sampai kapan pun, kemajuan perempuan ternyata menjadi faktor penting dalam peradaban bangsa” RA Kartini.

Tidak ada peradaban yang berkembang tanpa adanya peranan perempuan yang terdidik dan bergerak untuk menciptakan perubahan. Pendidikan dan perempuan adalah dua hal yang tidak akan pernah bisa dipisahkan karena tujuan pendidikan dan perempuan memiliki peran yang serupa yaitu mencetak generasi yang cerdas dan berkarakter.

Hari ini, dunia sedang merayakan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret 2022. Mari kita berkenalan dengan Ibu Sesilia atau yang kerap dipanggil Ibu Sesil, seorang guru kelas 1 SDN Waikelo Sumba Barat Daya. Beliau telah mengajar selama 20 tahun sebagai seorang guru TK. Dalam empat tahun terakhir, beliau memilih untuk mengajar sebagai guru SD. Hal ini menunjukkan bahwa selama 24 tahun atau seperempat abad, Ibu Sesil telah mengabdi sebagai seorang guru. Akan tetapi, bukan berarti perjalanan Ibu Sesil sebagai seorang guru selalu mulus layaknya jalan tol di Jakarta. Ibu Sesil menghadapi berbagai tantangan dalam menghadapi murid dan hal ini terkadang membuatnya putus asa.

“Saat saya mengajar, siswa hanya mampu bertahan beberapa saat saja untuk bisa tertib mendengarkan dan mengerjakan tugas. Ketika ada siswa yang maju presentasi, siswa lainnya tidak mau mendengarkan. Siswa asyik mengobrol sendiri. Saya sangat khawatir dengan kondisi ini. Terkadang saya merasa putus asa, bahwa ya sudah anak-anak di sini memang begini.” ujar Ibu Sesil.

Ibu Sesil menghabiskan banyak waktu dan energi ketika mengajar membaca, menulis dan berhitung, bukan hanya karena pemahaman anak muridnya yang rendah, tetapi juga sikap anak-anak yang membuatnya frustasi. Beliau berharap para murid bukan hanya bisa membaca, menulis, dan berhitung, melainkan juga memiliki karakter yang baik. Menurut beliau, pengetahuan dan kepintaran tidaklah berguna jika tidak diimbangi dengan karakter yang baik.

“Anak-anak di sekolah ini, memiliki karakter yang sulit sekali diatur, kurang disiplin, suka bertengkar, serta kurang sopan ketika berbicara dengan orang lain. Sehingga, menghasilkan anak didik yang memiliki karakter yang baik, merupakan tantangan berat bagi saya sebagai seorang guru”, keluh Ibu Sesil.

Harapannya semakin berujung pada rasa frustasi yang secara tidak langsung mendorong Ibu Sesil untuk menggunakan kekerasan verbal dalam mengajar. Ia kerap berteriak dan memarahi muridnya agar mau mendengarkan instruksi. Namun beliau mengakui cara tersebut tetap tidak berhasil.

“Kadang kalau sudah pusing, saya teriak-teriak, marah-marahi anak-anak semua. Saya pikir mereka akan dengarkan, atau berubah. Ternyata sama saja begitu. Habis emosi saya hadapi anak. Memang begitu sudah anak-anak di sini,” ungkap Bu Sesil.

Tidak Ada Kata “Menyerah” dalam Menciptakan Perubahan

Berangkat dari inisiatif untuk membangun pendidikan berkualitas melalui program pendidikan yang holistik, William & Lily Foundation bersama Kelas Lentera Kuark hadir di Sumba Barat Daya. Melalui program pelatihan dan pengembangan professional guru yang holistik, para guru tidak hanya dibekali berbagai metode pengajaran yang eksploratif, bermakna dan kontekstual, namun juga pendidikan yang membangun karakter manusia.

Angin segar perubahan kemudian dirasakan oleh Ibu Sesil sebagai salah satu mitra dampingan program ini. Ketika dilakukan sosialisasi hasil temuan awal mengenai kondisi kesiapan siswa dalam belajar oleh Kelas Lentera Kuark, Ibu Sesil merasakan empati pada anak muridnya. Beliau menjadi lebih memahami bahwa siswa kelas 1 SD masih berada dalam kondisi perkembangan anak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Pelatihan dan penguatan untuk pengembangan kurikulum khusus literasi, numerasi, dan inkuiri sesuai dengan konteks sekolah yang beliau dapatkan menjadi pemantik untuk melakukan perubahan. Ibu Sesil pun bergerak untuk melakukan penguatan peraturan kelas dan SOP (Standar Operasional Prosedur) masuk sekolah, saat pembelajaran, dan pulang sekolah.

“Kehadiran William & Lily Foundation yang mengirim Kelas Lentera Kuark untuk mendampingi sekolah saya telah mengubah persepsi saya sebelumnya. Saya diyakinkan bahwa saya bisa membuat perubahan untuk anak-anak murid saya. Saya pun bersemangat untuk mencari cara penyelesaian masalah ini. Saya lebih banyak berefleksi, dan mengamati perilaku siswa-siswa saya. Saya mulai lakukan penguatan karakter dalam bentuk peraturan kelas.” ungkap Ibu Sesil.

Ibu Sesil mulai mencari bentuk strategi pembelajaran yang bisa mengkondisikan para murid untuk fokus tanpa menggunakan kekerasan verbal. Beliau mengambil langkah sederhana, dimulai dari peraturan kelas yang disepakati bersama para siswa dari mulai masuk sekolah hingga pulang sekolah. Peraturan dimulai dari masuk sekolah dengan melakukan SMART (Senam, Aktif, Motorik, Riang dan Sehat) untuk menguatkan fisik motorik anak. Kemudian SOP masuk kelas, SOP sebelum pembelajaran, saat pembelajaran, setelah pembelajaran, hingga SOP pulang sekolah.

Pada awalnya, Ibu Sesil ragu apakah anak-anak muridnya bisa berubah tanpa kekerasan verbal. Dengan pendampingan intensif yang berinkuri dari Kelas Lentera Kuark, Ibu Sesil diyakinkan untuk percaya dan berani mencoba. Jika mencoba sekali belum berhasil, maka kita harus mencoba lagi. Thomas Alva Edison menemukan bola lampu pijar setelah percobaan ke-9.999 kali. Begitupun guru sebagai seorang pembelajar, tidak boleh putus asa. Di minggu awal penerapan peraturan kelas ternyata cukup menantang. Tak jarang 2 jam hanya dihabiskan untuk membiasakan peraturan kelas pada anak-anak. Namun dukungan penuh dari program ini dan rasa kasih pada para murid telah menguatkan Ibu Sesil untuk terus konsisten menerapkan peraturan kelas.

“Ketika hari ke-6, saya mulai melihat sebagian anak di kelas saya sudah bisa berbaris sendiri tanpa saya harus meneriaki mereka. Sudah otomatis mereka berdiri berbaris di tempatnya. Rasanya bangga dan senang sekali”, ungkap Ibu Sesil. Beliau akhirnya menyadari bahwa perubahan dapat terjadi dengan adanya disiplin dan konsistensi. Dengan terus menerapkan SOP Peraturan Kelas, pembelajaran literasi, numerasi dan inkuiri, para murid pun berubah. Perubahan-perubahan kecil inilah yang beliau rayakan bersama dengan para murid.

“Saya senang sekali. Anak-anak semakin disiplin. Rajin datang, tidak ada terlambat-terlambat. Anak-anak sudah mau mendengarkan saya. Anak-anak juga lebih sopan dengan mengucapkan permisi ketika melewati orang dan meminta maaf jika membuat kesalahan. Puji syukur, ada perubahan. Saya bangga sekali melihat perubahan pada anak-anak saya. Dulunya kelas hiruk pikuk anak sulit diatur. Mereka sekarang sudah disiplin. Sekarang saat mengahari anak-anak di kelas, saya tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga, pikiran dan waktu lagi hanya untuk mengatur anak-anak. Anak-anak sudah bisa secara mandiri mengatur diri mereka setelah saya konsisten terapkan SOP,” ungkap Ibu Sesil.

Tidak hanya berhenti di peraturan kelas, Ibu Sesi semakin bersemangat untuk mengasah keterampilan mengajarnya. Beliau merasa semakin mudah dalam mengajar karena anak-anaknya sudah dalam keadaan siap ketika mengikuti proses pembelajaran. Bu Sesil mencoba menerapkan pembelajaran eksploratif. Beliau mulai mengubah proses pembelajaran yang awalnya berpusat pada guru, kini berpusat pada siswa dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal sebagai media pembelajaran, seperti tutup botol. Anak-anak diberi lebih banyak kesempatan untuk berkreasi, mengungkapkan pendapatnya, berkolaborasi, dan memecahkan masalah secara mandiri. Melalui proses belajar yang penuh makna dan peraturan kelas yang diterapkan secara konsisten, Ibu Sesil merasakan banyak perubahan di kelasnya. Beliau kini merasa lebih bahagia dan termotivasi ketika datang ke sekolah dan belajar bersama murid-muridnya.

Perubahan ini ternyata juga dirasakan para orang tua murid. Mereka menyadari anak-anak semakin disiplin untuk datang ke sekolah, senang belajar, gemar membaca, menulis dan berhitung.  Hal ini ternyata membuat kepercayaan masyarakat terhadap sekolah meningkat. Terbukti dari kenaikan jumlah murid kelas 1 dalam tiga tahun terakhir. Dari jumlah siswa kelas 1 sebanyak 19 siswa pada tahun 2019/2020 menjadi 22 siswa di periode 2020/2021, dan menjadi 35 siswa pada periode 2021/2022. Sebelumnya, banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya ke SD swasta. Saat ini SDN Waikelo semakin dipercaya untuk menjadi salah satu sekolah terbaik dalam memberikan pendidikan bagi anak-anak di Sumba Barat Daya.

Tidak pernah ada kata terlambat dalam melakukan perubahan dalam kehidupan. Walaupun sudah berkarir sebagai seorang guru selama 24 tahun, Ibu Sesil masih terus belajar menjadi guru yang lebih baik dan menjadi agen perubahan bagi proses pembelajaran di sekolah. Ibu Sesil adalah salah satu dari sekian banyak guru perempuan di Sumba Barat Daya yang hingga hari ini masih terus berjuang di tengah keterbatasan dan tantangan dalam mencerdaskan generasi bangsa. Ibu Sesil adalah sosok guru perempuan yang tangguh, pantang menyerah, dan terbuka pada semua kesempatan untuk dapat menciptakan perubahan yang lebih baik bagi para muridnya.  Selamat Hari Perempuan Internasional!